Selasa, 19 April 2011

STUDI PERANCANGAN FORMULA MINYAK LUMAS UNTUK KOMPRESOR UDARA

oleh : Milda Febria, S.T
Penelitian tahun 2010
Dalam pelumasan yang paling penting adalah menentukan jenis pelumas mana yang paling cocok dipakai untuk melumasi peralatan atau bagian-bagian mesin. Secara umum tujuan pelumasan adalah untuk mengurangi gesekan, mengurangi keausan, sebagai pendingin atau mengurangi panas dan mencegah timbulnya karat, sedangkan bagian-bagian mesin yang perlu dilumasi adalah bantalan bantalan luncur,bantalan peluru, roda gigi dan bagian mesin berupa torak (cylinder head, liner) termasuk alat-alat hidrolik.
Dalam proses pelumasan mesin, bagian-bagian mesin yang perlu dilumasi adalah bantalan-bantalan luncur (plain bearing) baik yang berupa poros putar, poros engkol ataupun poros halang seperti batang sorong. Yang kedua bantalan peluru (roll atau ball bearing), yang ketiga roda-roda gigi (helical,spur, bevel gear) dan yang keempat silinder-silinder dari kompresor, mesin-mesin, pompa dan alat-alat hidrolik. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan tebal tipisnya pelumas yangdigunakan adalah kecepatan gerakan bagian-bagian mesin yang bergerak/berputar (putaran per menit / rpm), beban yang digerakkan serta kondisi dari bagian-bagian yang dilumasi. Dalam pelumasan yang juga harus diketahui adalah suhu dari minyak pelumas yaitu suhu rendah atau tinggi kemungkinan minyak pelumas bercampur dengan air seperti pada pompa, ataukah bercampur dengan bahan bakar seperti pada silinder motor bakar dan bercampur debu ataupun kotoran lainnya, serta sistem sirkulasi dari pelumas tersebut. Hal ini sangat penting karena untuk menentukan jenis pelumas yang cocok untuk dipakai pada kondisi kerja dan peralatan tersebut. Untuk memperoleh lapisan minyak pelumas yang baik, maka yang perlu diperhatikan adalah kekentalan minyak pelumas.
Perawatan dan pemeliharaan mesin industri menjadi hal yang harus diperhatikan. Pemilihan minyak lumas yang baik untuk komponen-komponen pada kompresor udara akan dapat memelihara mesin lebih baik.
Untuk itu, perlu adanya  penelitian minyak lumas kompresor tentang  spesifikasi minyak lumas yang dibutuhkan atau digunakan di kompresor, sehingga didapat formula yang tepat untuk membuat minyak lumas kompresor udara. 

A.   Metodologi 
Perancangan formula minyak lumas dilaksanakan dengan metode studi sbb  :
       Studi literatur, survei dan konsultasi teknis dengan pihak-pihak yang terkait. Literatur yang digunakan dalam melakukan penelitian ini meliputi data dan informasi yang diperoleh dari pustaka, lembaran publikasi ilmiah, makalah, diskusi ilmiah, seminar, data hasil penelitian, internet dan survei ke beberapa industri pelumas.  Data spesifikasi bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data karakteristik fisika kimia minyak lumas dasar dan aditif.
        Perancangan formula.
          Formula yang dirancang berdasarkan tingkat viskositas (ISO VG) dan unjuk kerja yang telah ditentukan. Massa formula minyak lumas merupakan massa total campuran minyak lumas dasar dan aditif. Dosis aditif dihitung berdasarkan persen berat dan selanjutnya digunakan sebagai ukuran untuk blending skala laboratorium.  Formula yang dirancang ini berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji minyak lumas dasar dan aditif serta studi literatur penelitian terdahulu. Perancangan formulasi untuk minyak lumas kompresor udara ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Rancangan formula minyak lumas untuk kompresor udara
No.
Bahan
Dosis yang digunakan (% wt)


ISO VG 32
ISO VG 46
ISO VG 68
ISO VG 100
ISO VG 150
1
HVI 60
60
36
-
-
-
2
HVI 95
35
38
70
14
14
3
HVI 160
4
25
17
72
45
4
HVI 650
-
-
12
13
40
5
Aditif paket
1
1
1
1
1
Total (%)
100
100
100
100
100


·         Pengadaan bahan
Bahan diperoleh dari produsen minyak lumas dasar dan produsen aditif.
·         Blending
Rancangan formula minyak lumas yang diperoleh digunakan sebagai acuan dalam proses pencampuran ( blending ). Minyak lumas dasar dan aditif ditimbang sesuai komposisi yang telah ditentukan. Pencampuran dilakukan dengan melakukan pengadukan pada temperatur 50oC sampai 60oC selama kurang lebih 60 menit hingga diperoleh campuran yang homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan pengaduk elektrik. Campuran yang sudah dihasilkan dari proses pengadukan selanjutnya didinginkan hingga mencapai temperatur ruang.
·         Pengujian
Karakteristik produk minyak lumas selanjutnya diuji sifat-sifat  fisika kimia dan semi unjuk kerjanya.
·         Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan formula yang telah dibuat . Hasil uji formula kemudian dibandingkan spesifikasi yang ada.
·         Pelaporan



Jumat, 15 April 2011

PENELITIAN PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR SEPEDA MOTOR

oleh : Ir. Maymuchar, M.T
Penelitian tahun 2010

Kenaikan populasi kendaraan bermotor roda dua dalam beberapa tahun ini cukup signifikan, tercatat pada tahun 2009 terdapat 87.136.000 buah kendaraan ini dengan berbagai merek. Ini berarti kendaraan ini telah meningkat sebesar 264,6%  selama lima tahun terakhir ini. Kenaikan jumlah ini berdampak pada kebutuhan akan bahan bakar minyak meningkat. Dilain pihak cadangan bahan bakar gas sebagai bahan bakar alternatif masih cukup banyak tersedia. Berdasarkan hal ini peluang untuk menggunakan LPG cukup besar terutama digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor.
Pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor merupakan suatu alternatif yang menjanjikan jika ditinjau dari aspek ketersediaan sumber energi dan aspek lingkungan. Namun demikian, pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor bukan tanpa resiko. Kondisi penyimpanan LPG dalam tabung bertekanan dapat menyebabkan keadaan berbahaya bagi pengguna dan lingkungan sekitarnya. Sistem pembakaran pada sepeda motor berbahan bakar bensin juga harus disesuaikan dengan LPG sebagai bahan bakar baru. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi sistem penyimpanan, penyaluran bahan bakar dan pembakaran LPG sehingga kendaraan dapat beroperasi dengan baik.
Tujuan umum kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi penggunaan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor menggantikan bensin, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui karakteristik fisika kimia, semi unjuk kerja, dan unjuk kerjanya yang mencakup parameter  daya, torsi, konsumsi dan emisi.
Sepeda motor digunakan pada penelitian ini adalah jenis sepeda motor bermesin 4 langkah volume ruang bakar (cc) yang berbeda yaitu 110 cc dan 150 cc, sedang bahan bakar LPG adalah LPG kemasan tabung 3 kg yang digunakan sebagai bahan kompor rumah tangga. Serangkaian pengujian dilakukan baik terhadap bahan bakar uji maupun sepeda motor yang telah dipasang peralatan konversi LPG. Pengujian terhadap bahan bakar uji adalah untuk menunjukkan bahwa bahan bakar uji telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan Pemerintah yaitu berdasarkan SK Direktorat Jenderal Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006  untuk bahan bakar bensin dan No. 25 K/36/DDJM/1990. Pengujian unjuk kerja sepeda motor dilakukan di chassis dynamometer untuk mendapatkan informasi mengenai daya, konsumsi dan emisi gas buang.
Dari hasil pengujian karakteristik bahan bakar uji bensin dapat dikatakan bahwa semua parameter uji yaitu angka oktana, distilasi, tekanan uap Reid, berat jenis, unwashed gum dan korosi bilah tembaga telah memenuhi spesifikasi. Demikian juga dengan karakteristik LPG, semua parameter uji seperti specific gravity, vapour pressure, weathering test, cooper corrosion, total sulphur, water content serta komposisi telah memenuhi spesifikasi.
Dari hasil unjuk kerja di chassis dynamometer didapat bahwa daya maksimum yang dihasilkan oleh sepeda motor jenis 110 cc berbahan  bakar LPG  mengalami penurunan sebesar 25,3% sedang untuk sepeda motor jenis 150 cc mengalami penurunan daya sebesar 13%. Torsi maksimum yang dihasilkan sepeda motor 110 cc berbahan bakar bensin sebesar 9,25 Nm sedang sepeda motor berbahan bakar LPG menghasilkan 8,49 Nm atau mengalami penurunan 8,22%. Penurunan torsi maksimum sebesar 3,04%  juga dihasilkan sepeda motor 150 cc.
Dari hasil pengukuran konsumsi bahan bakar pada daya yang sama diperoleh bahwa sepeda motor 150 cc dengan bahan bakar LPG irit dibanding dengan yang berbahan  bakar bensin. Sepeda motor ini membutuhkan 37,6% lebih kecil atau rata-rata 2,53 kg/jam. Demikian juga dengan sepeda motor 110 cc, konsumsi bahan bakar LPG lebih kecil 39,5% dibanding kebutuhan bahan bakar bensin.
Emisi CO2 yang terukur menunjukkan bahwa sepeda motor 110 cc yang berbahan bakar LPG  menghasilkan emici CO2 rata-rata 32,46%  lebih banyak dibanding yang berbahan bakar bensin. Sedangkan sepeda motor 150 cc mengeluarkan emisi CO2 lebih banyak rata-rata 35%. Emisi CO yang dikeluarkan oleh sepeda motor 110 cc yang berbahan bakar LPG rata-rata berkurang 33,4% sedang sepeda motor LPG yang lebih besar kapasitasnya menghasilkan emisi CO rata-rata 3,4% lebih banyak. Emisi Hidrokarbon (HC) yang dihasilkan sepeda motor 110 cc dan 150 cc yang berbahan bakar LPG rata-rata 98,2% dan 369,5% lebih banyak dibanding sepeda motor berbahan bakar bensin.
Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan bakar LPG dapat digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor. Keuntungan yang diperoleh dari pemakaian LPG ini adalah konsumsi bahan bakar lebih irit, emisi beracun CO lebih sedikit. Sedang kerugiannya antara lain daya yang didapat lebih kecil dan emisi HC cukup besar. Tetapi kerugian-kerugian ini dapat diminimalkan dengan melakukan beberapa modifikasi seperti penggunaan regulator yang tepat sesuai dengan kapasitas motor, rancangan mixer yang tepat sehingga hambatan udara yang masuk dapat diminimalkan serta penisbahan waktu penyalaan (ignition timing) yang cocok untuk bahan bakar LPG dan bahan bakar bensin.

PENELITIAN PENGGUNAAN MINYAK NABATI MURNI SEBAGAI BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DIESEL (LANJUTAN)

Oleh: Lutfi Aulia, S.T
Penelitian tahun 2010

Pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil merupakan bagian dari kebijakan energi nasional pemerintah. Pemakaian minyak nabati sebagai sumber energi telah dicobakan dalam berbagai bentuk, mulai dari minyak nabati murni tanpa modifikasi (pure plant Oil, Biofuel) hingga dalam bentuk metyl atau etyl esternya (Biodiesel) yang lebih mendekati karakteristik bahan bakar motor diesel pada umumnya. Sumber minyak/lemak nabati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biofuel, untuk biodiesel antara lain minyak kelapa (Coconut Oil), minyak kelapa sawit (CPO), minyak biji jarak (Jathropha Curcas), minyak kedelai, minyak canola (Rapeseed Oil), dan sebagainya. Di Indonesia pada saat ini sedang dikembangkan bahan bakar alternatif dari minyak biji jarak dan minyak sawit.
          Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar motor/mesin diesel telah sejak lama dicobakan, bahkan Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel pada tahun 1895 telah mencoba penggunaan minyak nabati yang berasal dari kacang tanah untuk menggerakkan mesin diesel dan telah dipublikasikan pada tahun 1900, namun pengembangannya terhenti sampai dengan meninggalnya pada tahun 1913. Selanjutnya seiring perkembangan produksi minyak solar dengan harga yang lebih murah, perkembangan minyak nabati sempat terhenti dan mulai dikembangkan lagi sekitar pertengahan tahun 1970-an yang diuji cobakan secara langsung atau dalam bentuk biodiesel sebagai bahan bakar alternatif.
          Seperti diketahui bahwa motor diesel untuk otomotif adalah motor diesel putaran tinggi yang beroperasi dengan beban dan kecepatan yang berubah-ubah. Pada motor diesel putaran tinggi waktu yang diperlukan oleh bahan bakar untuk penyemprotan, atomisasi, pencampuran dengan udara, dan pembakaran adalah sangat singkat. Untuk ini diperlukan mutu bahan bakar yang tinggi untuk merespon kebutuhan bahan bakar pada saat terjadi perubahan beban dan kecepatan. Melalui berbagai penelitian, kajian dan ujicoba, diketahui bahwa penerapan penggunaan minyak nabati murni sebagai bahan bakar alternatif pada mesin diesel dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain digunakan dalam bentuk aslinya (penggunaan langsung), digunakan dengan memodifikasi mesin dan digunakan sebagai biodiesel (fatty ester) dengan tanpa modifikasi mesin.
          Minyak nabati murni (straight vegetable oil, SVO) atau (pure plant oil, PPO) dan sering juga disebut dengan biofuel mempunyai viskositas yang tinggi antara 30 sampai 50 cSt pada temperatur 40oC dibandingkan dengan minyak solar yang mempunyai viskositas antara 2 sampai 5 cSt pada 40oC. Perbedaan viskositas yang cukup tinggi ini akan berpengaruh jelek pada atomisasi bahan bakar dari minyak nabati. Dalam pemanfaatannya secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel, viskositas minyak nabati murni harus diturunkan sehingga mendekati karakteristik viskositas minyak solar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara  pencampuran  minyak nabati murni dengan minyak solar atau dengan modifikasi menggunakan alat pemanas ataupun heat exchanger pada saluran bahan bakar (fuel line).
          Penelitian ini merupakan lanjutan dari penerapan minyak nabati murni (Pure Plant Oil) sebagai bahan bakar mesin diesel yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Lemigas. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji penerapan minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin diesel statis oleh Ir. Pallawagau La Puppung (2008) dan sebagai mesin diesel penggerak generator oleh Drs. Mardono, MM (2009). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin diesel dalam jangka waktu yang singkat (dibawah seratus jam operasi mesin) dapat dilakukan, namun untuk jangka waktu yang lama masih dipertanyakan terutama terhadap daya tahan mesin. Selain itu disebutkan juga bahwa karakteristik deposit dari minyak nabati bersifat menempel dengan kuat (sticking) dan banyak terdapat pada piston, ring piston, katup, ruang pembakaran dan injektor yang dapat menyebabkan penurunan tenaga (power) mesin yang dihasilkan, bahkan dapat meyebabkan kerusakan pada komponen mesin.
Penerapan minyak nabati murni sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor/mesin  diesel pada penelitian ini dilakukan dengan uji jalan (Road Test) dengan jarak tempuh 30.000 km. Bahan bakar uji yang digunakan ada dua jenis yaitu minyak solar 48 sebagai bahan bakar referensi dan minyak nabati murni sebagai bahan bakar uji. Masing-masing bahan bakar dilakukan uji jalan sejauh 15.000 km. Jenis kendaraan yang digunakan adalah kendaraan berpenumpang 7 seater bermesin diesel 2500 cc dengan sistem injeksi langsung. Pemilihan jenis kendaraan ini sebagai kendaraan uji dikarenakan perkembangan teknologi mesin yang ada pada saat ini dan banyak jumlahnya digunakan masyarakat di Indonesia.
          Maksud dari pengujian ini adalah untuk mengetahui efek dari penggunaan minyak nabati murni sebagai bahan bakar terhadap deposit yang dihasilkan pada ruang bakar, pengaruhnya terhadap komponen mesin, emisi gas buang, daya (power) mesin, konsumsi bahan bakar dan daya tahan mesin.
Sistem pengujian yang digunakan adalah dengan memodifikasi sistem saluran bahan bakar menggunakan alat penukar panas (heat exchanger). Alat ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nabati murni dengan memanfaatkan panas dari mesin diesel melalui air pendingin mesin (radiator). Sehingga didapatkan temperatur pemanasan minyak nabati murni yang berkisar antara 75-85 °C dengan viskositas minyak nabati 15-20 cSt.   
          Dari hasil pengujian minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin diesel dengan membandingkan kinerjanya terhadap bahan bakar referensi yaitu minyak solar, menunjukkan bahwa :
1.         Uji kompresi mesin menunjukkan terjadi penurunan kompresi pada silinder          1 dan 2, namun untuk silinder 3 dan 4 tidak terjadi penurunan kompresi.       Sedangkan pada penggunaan minyak solar tidak terjadi penurunan        kompresi mesin.
2.         Rating komponen mesin, deposit yang dihasilkan lebih banyak dari minyak           solar, bersifat Stick dan tebal, menyebabkan terjadinya ring sticking            sehingga diduga terjadinya penurunan kompresi pada silinder 1 dan 2     akibat hal ini. Sedangkan pada penggunaan minyak solar tidak terjadi ring   sticking.
3.         Pengaruh terhadap nosel injektor menunjukkan penggunaan minyak         nabati murni menurunkan tekanan nosel injektor rata-rata sebesar 4,25 %           sedangkan penggunaan minyak solar menurunkan tekanan nosel injektor          rata-rata sebesar 3,48%
4.         Daya (power) mesin yang dihasilkan lebih rendah dari minyak solar.
5.         Konsumsi bahan bakar rata-rata dari penggunaan minyak nabati murni      lebih banyak dari konsumsi rata-rata penggunaan minyak solar.
6.         Emisi gas buang minyak nabati murni dengan parameter gas CO2 turun    30-40%, NOx turun 2-5 % dan SO2 turun 40-50% dibandingkan dengan         emisi minyak solar.
7.         Ketahan mesin,  dari hail pengujian jalan raya yang dilakukan sejauh         15.000 km menunjukkan, pada awal pengujian kondisi ketahanan mesin        relative baik dan tidak terjadi kejanggalan pada saat mengendarainya,          namun pada saat mendekati akhir pengujian, kondisi mesin sedikit janggal          dengan adanya getaran mesin yang cukup berasa pada saat dikendarai.           Setelah dilakukan pengecekan, ternyata terjadi penurunan tekanan             kompresi yang cukup signifikan pada silinder 2, sehingga proses       pembakaran bahan bakar pada mesin terganggu yang menyebabkab          terjadinya gejala getaran pada mesin.
          Dari hasil pengujian secara keseluruhan menunjukkan bahwa, penggunaan minyak nabati murni sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor diesel untuk jangka waktu singkat dapat dilakukan, namun untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan daya tahan mesin dan kemungkinan untuk terjadi engine failure sangat besar akibat kerusakan komponen mesin.