Kamis, 08 September 2011

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN DME TERHADAP KARAKTERISTIK DAN KUALITAS KOMPONEN NON-METAL PERALATAN LPG RUMAH TANGGA DAN PADA INFRASTRUKTUR LPG SERTA KOROSIFITAS TABUNG LPG

Oleh :Kelompok BBMG - KP3 Teknologi Aplikasi Produk- PPPTMGB "LEMIGAS"
Ir. Reza Sukaraharja, M.T; Cahyo Setyo Wibowo, S.T, M.T; Ir. Maymuchar, M.T; Dimitri Rulianto, S.T, M.T; Drs. Andri Prabowo; Ismoyo Surowaskito; Lutfi Aulia, S.T; dkk

LATAR BELAKANG

Pertumbuhan konsumen bahan bakar nasional khususnya bahan bakar LPG terus mengalami peningkatan dan perlu diusahakan secara riil dalam mengupayakan ketersediaan bahan bakar jenis gas tersebut. Sebagai bentuk diversifikasi energi dengan mengoptimalkan sumber energi lain, DME merupakan suatu solusi untuk menopang kekurangan pasokan bahan bakar LPG, dan diharapkan dapat mengantisipasi kebutuhan Nasional yang terus meningkat ditahun-tahun mendatang.

Karakteristik DME yang mirip dengan LPG merupakan suatu langkah kongkrit alternatif dalam mensubstitusikan LPG atau dapat juga untuk menggunakan kedua bahan bakar tersebut dalam bentuk campuran (mix). Komposisi campuran kedua jenis bahan bakar ini selain menentukan kualitas unjuk kerja (pembakaran) yang dihasilkan juga dapat mempengaruhi komponen peralatan penyaluran dan penyimpanan hingga peralatan end user-nya, yakni kompor (pada sektor rumah tangga). Hal tersebut sangat memungkinkan dikarenakan DME memiliki sifat yang dapat melarutkan beberapa jenis komponen non-metal seperti karet dan plastik, yang mana bahan tersebut terdapat pada alat/peralatan kompor gas, katup tabung LPG, peralatan pendukungnya maupun pada infrastuktur LPG (Tanker, Depo, Skid Tank & Stasiun Pengisian Bulk LPG/SPBE) dimana lebih detailnya peralatan tersebut dilengkapi dengan bahan/material karet sebagai bahan dasar seal, packing, gasket, o-ring, hose dan sebagainya. Dengan demikian perlu dikaji dan dianalisa pengaruh DME terhadap bahan karet ataupun plastik. Selain itu perlu juga dikaji dan dianalisa kemungkinan adanya efek korosifitas yang ditimbulkan terhadap tabung LPG sebagai tempat penyimpanan DME nantinya.

Dalam rangka untuk menguji dan menganalisa sifat-sifat DME lebih dalam lagi pihak PPPTMGB “LEMIGAS” bekerjasama dengan PT. Pertamina (Persero) melakukan kajian pengaruh DME terhadap material non-metal (karet) dan metal (baja tabung LPG) untuk menjamin kualitas material yang tahan terhadap pengaruh-pengaruh yang diakibatkan DME, baik dalam skala peralatan sektor rumah tangga maupun infrastruktur-nya yakni Tanker, Depo, Skid Tank & Stasiun Pengisian Bulk LPG/SPBE.

MAKSUD DAN TUJUAN

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan kajian terhadap pengaruh dari sifat-sifat/karakteristik DME ataupun LPG mix DME yang dapat mempengaruhi kinerja material non metal antara lain karet seal, packing, o-ring pada kompor dan peralatan pendukungnya seperti regulator dan hose (selang karet), berikut efek korosifitas yang dapat ditimbulkan pada material metal tabung penyimpanannya.

Tujuan dari pelaksanaan kajian ini adalah untuk memperoleh usulan metode uji berikut pengujian bagi jenis material non-metal yakni karet yang digunakan sebagai seal, packing, o-Ring, Hose dan sebagainya (pada kompor dan peralatan pendukungnya serta pada peralatan infrastruktur) terhadap pengaruh yang diakibatkan oleh DME dengan konsentrasi yang bervariasi, antara lain 20% dan 50% dalam LPG serta DME 100%. Pengujian efek korosifitas dilakukan juga terhadap metal tabung LPG dengan ukuran 3 kg dan 12 kg (ukuran kapasitas yang umum digunakan pada rumah tangga) dari pengaruh DME.

Pelaksanaan pengujian tersebut dilakukan terhadap material non metal yang saat ini digunakan (existing) maupun material baru lainnya. Dengan demikian hasil dari pengujian tersebut akan dihasilkan rekomendasi jenis dan spesifikasi komposisi bahan karet yang tahan terhadap DME.

METODOLOGI

Metodologi dari kegiatan ini berdasarkan bahan yang diujikan, antara lain:
  1. Bahan non-metal yang telah Exist (yang telah dipergunakan pada rumah tangga dan pada infrastruktur)
  2. Bahan non-metal yang Baru (sebagai bahan yang mem-back up, bila bahan yang telah exist pada rumah tangga mengalami off spec dalam pengujian)
  3. Selang karet Baru (sebagai selang karet yang mem-back up, bila selang karet yang telah exist pada rumah tangga mengalami off spec dalam pengujian)
  4. Bahan metal tabung LPG

Mau Tau Lebih lanjut hasil penelitian ini ?

herryw@lemigas.esdm.go.id



Selasa, 06 September 2011

KESDM Harap Permen DME Rampung Akhir Tahun


KESDM Harap Permen DME Rampung Akhir Tahun

Gina Nur Maftuhah - Okezone


JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) berharap Peraturan Menteri ESDM (Permen) tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga dimetileter (DME) sebagai bahan bakar rumah tangga dapat selesai akhir tahun ini.

"Untuk seluruh tim yang menangani DME, agar dapat segera menyelesaikan tugasnya pada akhir Oktober 2011, sehingga dapat diambil kesimpulan yang cukup untuk menyusun spesifikasi DME sebagai bahan bakar untuk rumah tangga, regulasi tata niaga DME dan usulan standar seal untuk DME," ungkap Dirjen Migas ESDM Evita Legowo, dikutip dari situs resmi ESDM, Senin (25/7/2011).

Ia juga berharap DME di bidang transportasi dapat selesai tahun depan. Sebagai informasi, DME adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH3OCH3 yang dapat dihasilkan dari pengolahan gas bumi, hasil olahan dan hidrokarbon lain untuk bahan bakar. Pengembangan DME untuk bahan bakar adalah salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan energi nasional.

DME berpotensi mengurangi impor LPG karena  memiliki karakter yang mirip dengan komponen LPG yaitu propan dan isobutan, sehingga teknologi handling LPG dapat diterapkan bagi LPG.

Pemerintah melalui KESDM mendorong pemanfaatan batu bara kualitas rendah sebagai bahan baku pembuatan DME sebagai bahan bakar. Ketersediaan batu bara berkalori rendah yang banyak tersedia di Indonesia, cukup banyak untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi DME.

Cadangan batu bara berkalori rendah sebesar 11,54 miliar ton berada di Sumatera dan di Kalimantan dan sebesar 7,17 miliar ton di antaranya kurang diminati pasaran internasional.
(ade)

Antara Pengembangan DME dan Konversi Elpiji


Antara Pengembangan DME dan Konversi ElpijiPDFPrint
Sunday, 05 July 2009
PENGEMBANGANenergi alternatif terus dilakukan pemerintah.Energi alternatif diupayakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.


Di antaranya konversi gas elpiji 3 kg untuk menggantikan minyak tanah, konversi penggunaan BBM untuk kendaraan pribadi, serta transportasi umum kepada BBG (bahan bakar gas).Upaya tersebut telah mulai dilakukan. Salah satu langkah baru yang dilakukan Pertamina adalah mengembangkan dimetil ether (DME) sebagai pengganti elpiji. Pengembangan itu dilakukan untuk bisa mengurangi konsumsi elpiji saat masyarakat sudah mulai beralih dari minyak tanah ke elpiji.

Namun, banyak pihak masih menyangsikan langkah tersebut sebagai upaya serius untuk pengalihan energi. Sebab, konversi minyak tanah ke elpiji sendiri masih belum berjalan baik.Pengembangan ini diperkirakan hanya sebagai upaya bisnis mencari keuntungan semata. Sebab, DME bukanlah energi yang nantinya bisa berdiri sendiri. Penggunaan DME masih akan bergantung pada elpiji. Sebab, sumber ini masih harus dicampurkan dengan elpiji untuk menghasilkan energi yang baik.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto menilai upaya Pertamina tersebut sebagai langkah mundur. Sebabnya, dengan rencana pengembangan tersebut, Pertamina menjadi tidak fokus untuk mendukung program konversi elpiji yang dicanangkan pemerintah. “Ini tidak lebih dari peluang bisnis semata. Pertamina hanya melihat celah bisnis yang ada.Tentunya ini secara bisnis cukup menguntungkan. Tapi dengan langkah ini, Pertamina menjadi tidak fokus mendukung konversi elpiji tersebut,” ujar Pri Agung kepada Seputar Indonesia.

Menurutdia,Pertaminasemestinya fokus pada pengembangan produksi elpiji,serta infrastruktur yang dibutuhkan. Dalih Pertamina yang mengatakan DME bisa menggantikan elpiji,masih meragukan.Sebab, DME hanya berfungsi sebagai campuran, belum bisa berdiri sendiri. Untuk masyarakat, tentu akan menyulitkan.“Sebab ini kan campuran, di mana elpiji juga masih dibutuhkan. Pemerintah harus memperhatikan ini. Bagaimana harga jual dari energi ini. Apakah lebih mahal atau lebih murah dari elpiji. Kalautidak,ya samasaja,”sebutnya.

Menurut dia,Pertamina harus lebih concern pada energi yang dibutuhkan masyarakat. Langkah ini terkesan sangat profit minded. Ada peluang, langsung diambil, tanpa memikirkan kebutuhan yang sebenarnya. Sebab, yang paling merasakan nantinya adalah masyarakat kecil.Adanya konversi DME,butuh peralatan pendukung. Seperti halnya peralihan kompor minyak ke kompor gas, itu juga akan terjadi pada saat DME digunakan.

“Ini yang harus diperhatikan pemerintah,”tandasnya. Pri Agung memaparkan,upaya konversi energi yang dicanangkan sejak 2005 masih sebatas wacana. Belum ada political will yang kuat dari pemerintah. Sebab, beberapa energi alternatif yang semestinya bisa dikembangkan, justru gerak di tempat. Seperti batu bara yang sangat berguna untuk sumber energi listrik, tidak dimanfaatkan dengan baik.“Belum ada peraturan yang kuat agar batu bara digunakan untuk kepentingan dalam negeri.Padahal potensinya sangat besar,”sebutnya.

Sebagian besar, produksi batu bara justru dijual ke luar negeri. Padahal, kebutuhan dalam negeri tidak kalah besarnya.“Pemerintah tidak punya kemampuan untuk mengaruskan produsen batu bara agar menjualnya ke dalam negeri,” sebutnya. Sumber energi lain yang dianggap potensial, yaitu BBN (bahan bakar nabati), belum dikembangkan secara baik.Adapun upaya yang dilakukan, hanya menyerahkan kepada investor yang mau mengembangkannya.

Padahal semestinya upaya tersebut dilakukan pemerintah. “Itu tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar. Akibatnya, progresnya sangat lamban,”cetusnya. Agung lantas menggambarkan bagaimana pengembangan energi alternatif yang sudah diupayakan sejak 2005,tetap tak bisa menurunkan ketergantungan BBM. Penggunaan BBM sampai saat ini masih berkisar pada 63%.

Padahal persentase tersebut sudah berlangsung sejak 1990-an. Sementara progres energi alternatif, masih berada di kisaran 3%.“Pergerakan BBM selalu lebih cepat.Apalagi dengan masih terus diberlakukannya subsidi. Ketergantungan terhadap BBM masih sangat tinggi,”sebutnya. Menurutnya,sudah semestinya pemerintah fokus untuk pengembangan sejumlah energi alternatif, seperti untuk listrik yaitu panas bumi,gas dan batu bara.Sementara untuk transportasi, semestinya BBM bisa digantikan BBN.

“Pemerintah Brasil bisa melakukan konversi BBM ke BBN lebih dari 20% karena memang diharuskan pemerintahnya,” sebut Agung. Baru-baru ini Pertamina mengumumkan rencana pengembangan DME sebagai energi alternatif menggantikan elpiji. Pertamina memperkirakan program konversi minyak tanah ke elpiji akan selesai pada 2015.Pada masa itu akan terjadi peningkatan konsumsi yang sangat besar terhadap elpiji.

Peningkatan konsumsi elpiji diperkirakan antara 7-10 juta ton elpiji, di mana sekitar 2-2,5 juta ton akan dipenuhi dari domestik dan sisanya akan diimpor.“ DME untuk mengurangi ketergantungan elpiji pada masa mendatangdanmenciptakanudarayang bersih,” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Ahmad Faisal,belum lama ini. Menurut Faisal, dengan pengembangan tersebut,nantinya elpiji tidak dipergunakan pada masa mendatang, tetapi sudah DME 100%.Pasalnya, bahan baku DME berupa batu bara muda melimpah di dalam negeri.

“Sedangkan,elpiji nantinya dijual untuk industri,” sebutnya. Dia menargetkan DME akan diproduksi pada 2012 mendatang. Saat ini sedang dilakukan uji coba penggunaan DME untuk di rumah tangga serta usaha kecil dan menengah (UKM).Sementara tahun depan, akan diujicobakan untuk bus kota dan motor diesel. “Harapan kita ke depan, tidak perlu impor solar, tapi dengan menggunakan DME. Kami akan mulai rumah tangga, restoran dan tahun depan uji coba ke bus kota sehingga udara Jakarta akan lebih baik,”tuturnya. Dalam mengembangkan DME tersebut,Pertamina bekerja sama dengan PT Arrtu Mega Energie selaku pengembang kilang.

Dalam pembangunan kilang tersebut, share Pertamina mencapai 20%. President Direktur PT Arrtu Mega Energie Christoforus Richard menuturkan, ada dua kilang yang akan dibangun untuk mengembangkan DME, yakni kilang di Eretan (Indramayu) dan di Panarap (Riau). Total nilai investasi untuk pembangunan dua kilang itu mencapai USD1,9 miliar. Dua kilang itu berkapasitas produksi 1,7 juta ton per tahun dengan rincian 2x400.000 ton diproduksi kilang Eretan dan sisanya di kilang Paranap.

Mengenai harga jualnya, dia mengaku, masih dihitung Pertamina dan Lemigas.“Yang penting harganya nanti lebih murah 20% dari harga elpiji,” sebutnya. Sementara itu, Deputi Direktur Pemasaran Pertamina Hanung Budya menambahkan, harga jual DME belum diputuskan. “Kalau sudah diuji coba akan disurvei,tapi kisarannya tidak jauh dari harga elpiji. Harga harus masuk ke perhitungan keekonomian dan harus cukup menarik bagi konsumen maupun investor,”sebutnya.

Dia menjelaskan,uji coba akan dilakukan selama tiga bulan, dengan uji coba pertama dilakukan kepada 300 rumah tangga dan 150 UKM. Dia mengatakan, jika pengembangan DME ini dijadikan sebagai substitusi elpiji ukuran 3 kg, maka pemerintah seharusnya menyubsidinya. “Untuk tahap awal, kompornya akan diberikan gratis ke masyarakat,”ujarnya.

Negara yang sudah menggunakan DME,di antaranya China, Australia, Jepang, Iran, dan Mesir. Bahkan, Jepang menargetkan tidak akan memakai elpiji lagi pada 2018 mendatang. (juni triyanto) 

DME Direkomendasikan Ditetapkan Sebagai Bahan Bakar


DME Direkomendasikan Ditetapkan Sebagai Bahan BakarPDFCetakE-mail
Oleh Administrator   
Senin, 19 April 2010 10:45
Jakarta, Tambangnews.com.- Spesifikasi DME 100%, LPG-DME 50% dan LPG-DME 20% direkomendasikan ditetapkan sebagai bahan bakar rumah tangga. DME potensial mengurangi impor LPG, serta dapat juga digunakan untuk industri dan transportasi. Diharapkan pada November 2011, pemanfaatan DME sebagai bahan bakar sudah dapat dilakukan.

Demikian benang merah laporan akhir kajian pemanfaatan DME sebagai bahan bakar di Indonesia yang disampaikan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Saryono Hadiwidjoyo di Gedung Migas, Kamis (15/4) sore. Hadir dalam kesempatan itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo dan anggota tim kajian yang terdiri dari Ditjen Migas, Lemigas dan PT Pertamina.

Saryono memaparkan, DME adalah senyawa bening tidak berwarna, ramah lingkungan dan tidak beracun, memiliki CH3OCH3 dengan berat molekul 46,07 gr/mol, memiliki titik didih normal -23,7 derajat celcius. Pada kondisi ruang yaitu 25 derajat celcius dan 1 atm, DME adalah senyawa stabil berbentuk uap dengan tekanan uap jenuh sebesar 6,1 atm. Karakter DME memiliki kemiripan dengan komponen LPG yaitu propan dan isobutan, sehingga teknologi handling LPG dapat diterapkan bagi LPG.

“DME merupakan bahan bakar alternatif yang potensial menjadi solusi bagi tingginya permintaan LPG sebagai konsekuensi pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG. DME dapat menjadi substitusi LPG sebagai bahan bakar kompor, baik sebagai campuran dalam LPG maupun 100% DME,” paparnya.

Penggunaan DME 100% dan LPG-DME 50% dedicated pada kompor khusus DME, sedangkan LPG-DME 20% dapat menggunakan kompor LPG.

Ketersediaan batu bara berkalori rendah yang banyak tersedia di Indonesia, lanjutnya, cukup sustainable untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi DME. Cadangan batu bara berkalori rendah sebesar 11,54 miliar ton di Sumatera dan di Kalimantan sebesar 7,17 miliar ton, kurang diminati pasar internasional.

“Kami mendorong pemanfaatan batu bara kualitas rendah sebagai bahan baku pembuatan DME sebagai bahan bakar,” ungkap Saryono.

Diusulkan pula agar Pemerintah memberikan insentif investasi baik fiskal maupun non fiskal untuk pengolahan batu bara kualitas rendah menjadi DME sebagai bahan bakar.

Tim kajian juga mengusulkan agar segera diterbitkan pengaturan dan pengawasan tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga DME sebagai bahan bakar. Termasuk juga aturan mengenai spesifikasi DME sebagai bahan bakar.

Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi pemanfaatan DME sebagai bahan bakar dan mendorong pihak yang menangani standardisasi metoda pengujian agar segera mengembangkan dan menetapkan metoda-metoda pengujian yang berkaitan dengan kompor dan aksesorisnya seperti tabung, regulator, seal dan selang.

Pada pertemuan itu, Dirjen Migas meminta agar dilakukan tinjauan dari sisi peraturan perundangan, jika DME dicampur dengan LPG bersubsidi.

DME sebagai bahan bakar bakar, saat ini terutama digunakan di Cina. Negara tersebut merupakan produsen dan pemakai DME terbesar di dunia dengan kapasitas mencapai 3 juta ton per tahun. Pemanfaatan DME di sektor rumah tangga telah aplikasikan di berbagai kota dan provinsi di Cina.

Sementara DME sebagai bahan bakar transportasi yaitu pengganti solar, telah diaplikasikan di Austria, Amerika, Denmark, Swedia, Korea, Cina dan Rusia. Di sektor industri, DME sebagai bahan bakar turbin gas telah diaplikasikan di Jepang, Korea Selatan, Cina dan India.

Khusus untuk Indonesia, telah ada satu perusahaan yang memproduksi DME dari metanol. DME tersebut dipasarkan dalam kemasan tabung 65 kg, 700 kg dan skid tank, kemudian digunakan sebagai aerosol propellant untuk cat, hair spray, parfum, deodorant serta pembasmi serangga. (ditjen Migas)

LIPI jajagi pengujian kompor berbahan bakar Dimetil Eter

LIPI jajagi pengujian kompor berbahan bakar Dimetil Eter
Minggu, 14 Juni 2009

Selasa, 9 Juni 2009, P2SMTP-LIPI mengirimkan lima peneliti berkunjung ke PT. Aditec pabrik kompor gas merek Quantum untuk studi banding metoda pengujian kompor gas berbahan bakar Dimetil Eter (DME). Aditec telah bekerja sama dengan Pertamina untuk menggunakan DME sebagai salah satu alternatif energi terbarukan (renewable energy) yang bisa digunakan pada kompor.
DME ini dapat dibuat dengan bahan baku pohon enau, sehingga sangat prospektif jika dapat diterapkan di Indonesia, mengingat banyaknya lahan kosong di negeri ini yang bisa ditanami pohon enau. Saat ini sudah ada negara yang menerapkan hal penggunaan DME, yaitu China.
Namun, harus diingat bahwa ada beberapa sisi negatif DME, yaitu antara lain bahwa DME merupakan bahan yang mudah meledak (explosif) dan bersifat membekukan sesuatu. Di samping itu, nilai kalori bakar DME lebih rendah bila dibandingkan dengan gas elpiji. Untuk itu, perlu penelitian dan pengkajian lebih lanjut, baik berkaitan dengan efisiensi energi maupun keamanan penggunaan oleh pemakainya, sebelum dapat dipakai secara masal oleh masyarakat.
Dalam pertemuan kunjungan, Manajer Teknis Aditec menawari P2SMTP-LIPI untuk bekerjasama penelitian tentang DME. Target yang diinginkan dari kerja sama LIPI-Aditec adalah akan diketahuinya perbandingan efisiensi dan asupan panas antara penggunaan elpiji dan DME sebagai bahan bakar kompor. Pihak Aditec akan menyediakan kelengkapan bahan dan alat uji DME, kompor, regulator, dan selang, karena disainnya berbeda dengan kompor gas elpiji. P2SMTP-LIPI juga akan dipinjami timbangan berskala maks, karena tabung DME yang digunakan berkapasitas lebih dari 15 kg, sedangkan timbangan P2SMTP-LIPI hanya mampu menimbang sampai 15 kg saja.
Tindak lanjut pertemuan yang berlangsung setengah hari itu adalah bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mewujudkan nota kesepahaman P2SMTP-LIPI dengan PT Aditec, sehingga kerja sama penelitian dapat berjalan sesuai dengan harapan.(hf, afs)