Konversi
bahan bakar minyak tanah yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menjadikan LPG sebagai bahan bakar utama dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari telah mencapai tahap akhir. Namun sayangnya di tengah-tengah
upaya pemerintah untuk mengurangi beban subidi anggaran untuk energi
tersebut dinodai oleh kasus buruknya kualitas tabung LPG yang beredar di
masyarakat sehingga mengakibatkan peristiwa meledaknya tabung LPG dan
memakan korban jiwa di kalangan masyarakat. Penyelidikan tentang kasus
buruknya kualitas tabung telah dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam
hal ini adalah PERTAMINA sebagai institusi yang diberikan amanah untuk
menjalankan program konversi bahan bakar tersebut. Namun yang pasti
hendaknya peristiwa meledaknya tabung LPG belakangan ini tidak
menyurutkan langkah untuk mengkonversi bahan bakar dari minyak tanah ke
LPG.
Pertanyaannya
mengapa LPG? Dari segi kuantitas dan kualitas bahan bakar memang harus
diakui sebenarnya penggunaan LPG bisa dikatakan lebih murah dibanding
minyak tanah namun harus diakui selain faktor harga LPG merupakan bahan
bakar yang ramah terhadap lingkungan juga karena emisi karbon yang
dihasilkan lebih sedikit dibandingkan minyak tanah. Jika menilik
ketersediaan cadangan gas yang ada di Indonesia berdasarkan data dari
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah 112,47 trilliun
standard cubic feet (TSFC) dan potensial 56,70 trilliun standard cubic
feet (TSFC) sehingga total yang diperoleh adalah 170,07 trilliun
standard cubic feet (TSFC). Bandingkan dengan cadangan minyak yang
dimiliki Indonesia 3747,5 million metric standard barel (MMtSB) dan
potensial 4471,72 million metric standard barel (MMtSB). Data diatas
cukup menyebutkan bahwa cadangan gas di tanah air cukup melimpah
walaupun masih ada kendala berupa kandungan gas alam di Indonesia masih
banyak mengandung gas karbon dioksida hingga 70%. Proses pemisahan
karbon dioksida dari gas alam saat ini bisa dikatakan cukup mahal, salah
satu teknologi yang digunakan adalah cryogenic yaitu pemisahan gas
berdasar titik didih dengan menggunakan tekanan tinggi. Namun peralatan
dan proses yang dilakukan cukup rumit dan menggunakan teknologi terkini
sehingga jika dijual ke masyarakat harganya tidak akan kompetitif.
Selain itu harus disadari bahwa LPG juga merupakan hasil produk bumi,
perlu dipahami LPG berbeda dengan LNG karena LPG merupakan gas yang
terdapat di minyak bumi berupa campuran propana (C3-) dan butana (C4-)
sedangkan LNG adalah gas methana (C1-). LPG adalah gas yang dihasilkan
dari penyulingan minyak bumi sedangkan LNG adalah gas yang dihasilkan
langsung dari perut bumi setelah mengalami proses pemisahan atau
pemurnian dari gas pengotornya.
Perlu
disadari juga bahwa ketersediaan LPG ini juga akan mengalami degradasi
atau penurunan sumber cadangannya. Seperti yang diketahui LPG bukan
sumber energi terbarukan seperti halnya biogas atau biofuel, LPG berasal
dari minyak bumi sehingga suatu saat cadangannya juga akan menipis.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengganti LPG dengan gas lain
seperti biogas namun dari segi kemudahan penggunaan LPG masih unggul
dibandingkan biogas karena mudah disimpan dalam tabung sedangkan untuk
menyimpan biogas yang berupa methana diperlukan tabung khusus yang
memiliki spesifikasi untuk gas methana.
Dimethyl
ether atau DME adalah salah satu alternatif sumber bahan bakar yang
mulai dilirik sebagai pengganti LPG dimasa yang akan datang. Mengapa
DME? Salah satu kelebihan DME adalah sifatnya yang tidak jauh berbeda
dengan LPG. Beberapa perbandingan sifat bahan bakar dapat dilihat pada
tabel berikut ini
Tabel Perbandingan Sifat Bahan Bakar
Sifat fisis dan kimia
|
DME
|
Propane
|
Methane
|
Diesel fuel
|
Rumus Kimia
|
CH3OCH3
|
C3H8
|
CH4
|
|
Titik Didih (C)
|
-25.1
|
-42.0
|
-161.5
|
180 - 370
|
Massa jenis cairan (g/cm3 @20C)
|
0.67
|
0.49
|
0.42
|
0.84
|
Viskositas cair (kg/ms @25C)
|
0.12-0.15
|
0.2
|
-
|
2 - 4
|
Massa jenis uap (vs. udara)
|
1.59
|
1.52
|
0.55
|
-
|
Tekanan uap (MPa @25C)
|
0.61
|
0.93
|
-
|
-
|
Ambang batas pembakaran (%)
|
3.4 - 17
|
2.1 - 9.4
|
5 - 15
|
0.6 - 6.5
|
Nomer Cetana
|
55-60
|
5
|
0
|
40 - 55
|
Nilai bakar/panas (kcal/Nm3)
|
14,200
|
21,800
|
8,600
|
-
|
Nilai bakar/panas (kcal/kg)
|
6,900
|
11,100
|
12,000
|
10,000
|
DME
awalnya banyak digunakan sebagai propellant atau gas pendorong pada
penggunaan spray di berbagai jenis aplikasi seperti kosmetik,alat-alat
pertanian, dan lain-lain. Saat ini terdapat 150000 ton/tahun produksi
DME diseluruh dunia namun dengan penemuan bahwa DME dapat menggantikan
LPG dimasa yang akan datang maka produksi DME akan meningkat. DME yang
dihasilkan tidak mengandung belerang atau nitrogen selain itu tidak
memiliki kandungan racun seperti halnya LPG dan tidak korosif bahkan
penggunaan tabung karet sintesis seperti acrylonitrile butadiene dapat
menyimpan DME. Nilai bakar DME memang lebih rendah daripada LPG hanya
6900 kcal/kg dibanding LPG sebesar 11100 kcal/kg. Namun DME dalam bentuk
gas memiliki nilai bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan biogas
(methana) yaitu 14200 kcal/Nm3. DME tidak berbau dan berwarna pada suhu
dan tekanan ruang serta mudah terdekomposisi pada lapisan trophosfer
beberapa jam setelah mencapai udara sehingga tidak mengakibatkan
kebocoran pada lapisan ozon. Sifat dan karakter DME yang mirip dengan
LPG tersebut yang menjadikan DME sebagai bahan bakar dimasa yang akan
datang baik untuk aplikasi rumah tangga dan kendaraan.
DME
dapat diproduksi melalui dua cara yaitu proses langsung dan proses tak
langsung, proses langsung yaitu menggunakan methanol sebagai bahan baku
untuk dilakukan proses dehidrasi yaitu membuat methanol melepaskan air
sehingga terbentuk dimethyl ether dan air sebagai produknya. Sedangkan
proses tak langsung yaitu memanfaatkan gas methane atau hidrogen sebagai
bahan baku untuk direaksikan dengan karbon monoksida sehingga membentuk
dimethyl ether sebagai produk utama. Bahan baku untuk pembuatan
dimethyl ether seperti methanol atau gas methane dapat diperoleh dari
sumber alam secara langsung berupa gas alam dan biomassa seperti limbah
pertanian dan peternakan. Dari sumber yang akan selalu ada tersebut
terutama biomassa seperti limbah pertanian dan peternakan kita tidak
perlu khawatir akan kelangsungan produksi dimethyl ether.
Sebagai gambaran umum reaksi pembentukan dimethyl ether dari bahan baku methanol dapat dilihat sebagai berikut :
2CH3OH —-à CH3OCH3 + H2O
Reaksi
berjalan secara eksothermis (melepaskan panas) dan menggunakan katalis
alumina hingga menghasilkan 80% produk dimethyl ether namun jika
methanol yang digunakan adalah methanol murni maka produk yang
dihasilkan bisa mencapai 92% dimethyl ether.
Sedangkan untuk proses tak langsung reaksi yang berlangsung secara bertahap, yaitu antara lain :
- 3CO + 3H2 —à CH3OCH3 + CO2
- 2CO + 4H2 —à CH3OCH3 + H2O
- 2CO + 4H2 —à 2CH3OH
- 2CH3OH —à CH3OCH3 + H2O
- CO + H2O —à CO2 + H2
Reaksi
tersebut merupakan reaksi tak langsung untuk menghasilkan dimethyl
ether dan produknya lebih banyak dibandingkan dengan reaksi langsung.
Sumber hidrogen bisa diperoleh dari proses gasifikasi dari bahan-bahan
alam seperti sampah organik dan batu bara mentah/muda. Sampah organik
disini adalah berupa bahan padat contohnya sekam padi, tongkol jagung,
kulit kedelai, atau limbah pertanian yang bersifat padat. Sumber yang
berasal dari limbah padat ini diyakini tidak akan mengganggu
kelangsungan pangan bagi masyarakat karena untuk memperoleh gas hidrogen
bukan berasal dari bahan pangan seperti yang biasa dilakukan pada
biofuel pada umumnya.
sumber : http://green.kompasiana.com/iklim/2010/08/22/menguak-rahasia-sumber-energi-masa-depan-bag-2-dimethyl-ether-235161.html