Perkembangan populasi dan teknologi mesin bensin pada kendaraan bermotor
yang sangat pesat di Indonesia pada saat ini, harus diikuti pengembangan
karakteristik bahan bakar minyak yang berkaitan dengan kinerja mesin. Salah
satu yang sangat penting parameter pada penentuan spesifikasi bahan bakar
minyak jenis bensin adalah nilai angka oktan. PPPTMGB “ Lemigas” telah
melakukan studi mengenai penentuan nilai angka oktan bahan bakar jenis bensin
di Indonesia, pada tahun 1976, 1978 dan 1983 sehingga saat ini kita ketahui
bensin di Indonesia mempunyai nilai angka oktan (88, 91 dan 95).
Studi mengenai penentuan kebutuhan angka oktan bahan bakar minyak jenis
bensin di Indonesia sangat bermanfaat baik untuk pemerintah sebagai penentu
kebijakan, produsen, pabrikan kendaraan dan konsumen. Sehingga dengan
berkembangnya teknologi mesin pada kendaraan bermotor jenis mesin bensin saat
ini, secara umum akan menggunakan bahan bakar minyak yang memiliki angka oktan
sesuai dengan kebutuhan mesinnya. Selain itu khususnya untuk pemerintah, studi
ini sangat diperlukan untuk dapat memberikan masukan dalam bentuk data teknis
awal dalam menentukan kebijakan pengaturan bahan bakar minyak bersubsidi.
Metodologi yang digunakan pada studi ini antara lain dengan melakukan
survai dan konsultasi teknis mengenai kemampuan produksi kilang di Indonesia
berkaitan dengan angka oktan pada bensin; perkembangan teknologi mesin kendaraan
bermotor yang beredar di Indonesia; populasi jenis kendaraan bermotor jenis
mesin bensin di Indonesia; pabrikan, dealer dan pengguna kendaraan; selanjutnya
diformulasikan dalam bentuk matriks rencana penentuan kebutuhan angka oktan kendaraan
bermotor (octane requirement of a vehicle), agar tepat digunakan sesuai dengan populasi
kendaraan bermotor jenis mesin bensin di Indonesia.
Hasil yang
diharapkan dari studi ini adalah untuk mengetahui rencana penentuan angka oktan
, sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan pengujian
langsung pada berbagai jenis kendaraan bermotor untuk mendapatkan nilai angka
oktan.
A.
PENDAHULUAN
Salah
satu bentuk bahan bakar cair yang paling banyak digunakan adalah Bahan Bakar
Minyak atau BBM jenis bensin. BBM untuk
sektor transportasi, khususnya penggunaan bensin merupakan salah satu sumber
energi yang memiliki nilai strategis. Penggunaan bensin sampai saat ini masih
cukup tinggi dan terus meningkat. Kebutuhan bahan bakar bensin tahun 2011
sebesar 22,9 Juta KL, dengan kemampuan produksi kilang menghasilkan bensin
sebesar 10,6 Juta KL mengakibatkan Pemerintah harus mengimpor bensin sebesar
12,3 Juta KL. Dengan semakin meningkatnya populasi kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar bensin (Tabel 1) menyebabkan kebutuhan kwantitas bensin
semakin meningkat.
Tabel 1. Perkembangan
Jumlah Kendaraan Bermotor Dirinci Menurut Jenisnya
Tahun 2008-2012 (BPS,
2012)
Di sisi lain, kualitas
produk BBM dari kilang di Indonesia masih membutuhkan aditif untuk mencapai
spesifikasi produk yang dipersyaratkan serta memenuhi kebutuhan teknologi
mesin. Kebutuhan teknologi mesin terutama angka oktana sangat berpengaruh pada
proses pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor. Penentuan kebutuhan angka
oktan populasi kendaraan di suatu negara, contohnya Indonesia hanya dapat
dilakukan dengan jalan menguji sejumlah kendaraan yang jenis dan modelnya
dianggap mewakili populasi kendaraan di Indonesia. Kajian mengenai kebutuhan
angka oktan untuk kendaraan di Indonesia pernah dilaksanakan pada tahun 1976,
1978 dan 1983 sehingga saat ini kita ketahui bensin di Indonesia mempunyai
nilai angka oktan (88, 91 dan 95), akan tetapi mengingat perkembangan teknologi
kendaraan yang terus berkembang sangat perlu dilakukan kajian kembali dengan
pengembangan metode pelaksanaannya. Berbagai negara juga telah mengembangkan
spesifikasi bahan bakar bensin khususnya parameter angka oktan.
Kajian terhadap penentuan
kebutuhan angka oktan kendaraan bermotor mesin bensin di Indonesia ini,
diharapkan mampu membentuk suatu matriks/kurva dan level tentang kebutuhan
angka oktan kendaraan bermotor yang tepat untuk pemasaran sesuai dengan yang
dibutuhkan dengan populasi kendaraan bermotor di Indonesia.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari
kajian ini adalah berupa data kendaraan dari beberapa provinsi di Indonesia,
data kendaraan di Indonesia dari Gaikindo dan data produksi kilang Pertamina.
Berdasarkan
survey, jumlah kendaraan terbanyak terdapat di provinsi-provinsi di Pulau Jawa
seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar
2.
Grafik populasi kendaraan di beberapa wilayah di Indonesia menurut klasifikasi
kendaraan (A: sedan, jeep dan sejenisnya, B: bus, macro bus dan sejenisnya, C:
truck, pick up dan mobil barang, D: kendaraan khusus) antara tahun 2009-2013.
(Sumber: Dinas Pendapatan Daerah masing-masing provinsi).
Dari Gambar 2 terlihat bahwa
populasi kendaraan terbesar adalah jenis sedan dan jeep yang pada umumnya
menggunakan bahan bakar bensin. Hal ini pun sesuai dengan data dari Gaikindo
tentang populasi kendaraan di Indoensia dari tahun 2006 – 2013 yang didominasi
oleh kendaraan tipe sedan dan tipe 4X2 sebanyak 70% seperti yang terlihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Grafik data populasi
kendaraan di Indonesia dari tahun 2006 – 2013
(Sumber: Gaikindo, 2013).
Dari
Gambar 3 tersebut dapat diasumsikan bahwa sebanyak 70% kendaraan di Indonesia
adalah tipe sedan dan tipe 4X2 yang pada umumnya memiliki rasio kompresi di
atas 9:1. Rasio kompresi di atas 9:1 berarti kendaraan tersebut memerlukan
bahan bakar bensin dengan angka oktana di atas 90 (Gambar 4).
Gambar 4. Grafik kebutuhan angka oktana
berdasarkan rasio kompresi kendaraan (Sumber: http://www.daytona-sensors.com/tech_tuning.html)
Oleh karena itu, perlu
diperhatikan juga kapasitas produksi bahan bakar bensin (yang memiliki RON di
atas 90) dalam negeri apakah memenuhi untuk semua populasi kendaraan yang ada
atau tidak. Tabel 2 memperlihatkan kapasitas produksi bahan bakar bensin PT.
Pertamina dari setiap refinery unit-nya.
Tabel 2 Kapasitas produksi kilang
Pertamina untuk Bensin RON 88, Bensin RON 92 dan Nafta dengan impor HOMC
(Sumber: Pertamina, 2012).
herry 0817815599
herryscorvio@gmail.com