Drs. Mardono, M.M, Ir. Nur Ahadiat, M.S.,M.E, Lutfi Aulia,S.T, Prayogi, Bc.M, Ir. Herry Widhiarto, M.Si, Cahyo Setyo Wibowo, Ir. Maymuchar, MT, Reza Sukaraharja, Dimitri Rulianto, MT,
Kelompok BBMG - KP3 Teknologi Aplikasi Produk - PPPTMGB "LEMIGAS"
RINGKASAN
EKSEKUTIF
Pemakaian minyak nabati sebagai bahan
bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil merupakan bagian dari kebijakan
energi nasional pemerintah. Pemakaian minyak nabati sebagai sumber energi telah
dicobakan dalam berbagai bentuk, mulai dari minyak nabati murni tanpa
modifikasi (pure plant Oil, Biofuel)
hingga dalam bentuk metyl atau etyl esternya (Biodiesel) yang lebih mendekati karakteristik bahan bakar motor
diesel pada umumnya. Sumber minyak/lemak nabati yang dapat dijadikan sebagai bahan
baku biofuel, untuk biodiesel antara lain minyak kelapa (Coconut Oil), minyak
kelapa sawit (CPO), minyak biji jarak (Jathropha Curcas), minyak kedelai,
minyak canola (Rapeseed Oil), dan sebagainya. Di Indonesia pada saat ini sedang
dikembangkan bahan bakar alternatif dari minyak biji jarak dan minyak sawit.
Penggunaan minyak
nabati sebagai bahan bakar motor/mesin diesel telah sejak lama dicobakan,
bahkan Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel pada tahun 1895 telah mencoba
penggunaan minyak nabati yang berasal dari kacang tanah untuk menggerakkan
mesin diesel dan telah dipublikasikan pada tahun 1900, namun pengembangannya
terhenti sampai dengan meninggalnya pada tahun 1913. Selanjutnya seiring
perkembangan produksi minyak solar dengan harga yang lebih murah, perkembangan
minyak nabati sempat terhenti dan mulai dikembangkan lagi sekitar pertengahan
tahun 1970-an yang diuji cobakan secara langsung atau dalam bentuk biodiesel
sebagai bahan bakar alternatif.
Seperti diketahui
bahwa motor diesel untuk otomotif adalah motor diesel putaran tinggi yang
beroperasi dengan beban dan kecepatan yang berubah-ubah. Pada motor diesel
putaran tinggi waktu yang diperlukan oleh bahan bakar untuk penyemprotan,
atomisasi, pencampuran dengan udara, dan pembakaran adalah sangat singkat.
Untuk ini diperlukan mutu bahan bakar yang tinggi untuk merespon kebutuhan
bahan bakar pada saat terjadi perubahan beban dan kecepatan. Melalui berbagai
penelitian, kajian dan ujicoba, diketahui bahwa penerapan penggunaan minyak
nabati murni sebagai bahan bakar alternatif pada mesin diesel dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain digunakan dalam bentuk aslinya (penggunaan
langsung), digunakan dengan memodifikasi mesin dan digunakan sebagai biodiesel
(fatty ester) dengan tanpa modifikasi
mesin.
Minyak nabati murni (straight vegetable oil,
SVO) atau (pure plant oil, PPO) dan sering juga disebut dengan biofuel mempunyai
viskositas yang tinggi antara 30 sampai 50 cSt pada temperatur 40oC
dibandingkan dengan minyak solar yang mempunyai viskositas antara 2 sampai 5
cSt pada 40oC. Perbedaan viskositas yang cukup tinggi ini akan
berpengaruh jelek pada atomisasi bahan bakar dari minyak nabati. Dalam
pemanfaatannya secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel, viskositas
minyak nabati murni harus diturunkan sehingga mendekati karakteristik
viskositas minyak solar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pencampuran
minyak nabati murni dengan minyak solar atau dengan modifikasi menggunakan
alat pemanas ataupun heat exchanger pada
saluran bahan bakar (fuel line).
Penelitian
ini merupakan lanjutan dari penerapan minyak nabati murni (Pure Plant Oil) sebagai bahan bakar mesin diesel yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti di Lemigas. Pada penelitian sebelumnya telah
dilakukan uji penerapan minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin diesel
statis oleh Ir. Pallawagau La Puppung (2008) dan sebagai mesin diesel penggerak
generator oleh Drs. Mardono, MM (2009). Dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pemanfaatan minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin
diesel dalam jangka waktu yang singkat (dibawah seratus jam operasi mesin)
dapat dilakukan, namun untuk jangka waktu yang lama masih dipertanyakan
terutama terhadap daya tahan mesin. Selain itu disebutkan juga bahwa
karakteristik deposit dari minyak nabati bersifat menempel dengan kuat (sticking) dan banyak terdapat pada
piston, ring piston, katup, ruang pembakaran dan injektor yang dapat
menyebabkan penurunan tenaga (power)
mesin yang dihasilkan, bahkan dapat meyebabkan kerusakan pada komponen mesin.
Penerapan
minyak nabati murni sebagai bahan bakar alternatif kendaraan
bermotor/mesin diesel pada penelitian
ini dilakukan dengan uji jalan (Road Test)
dengan jarak tempuh 30.000 km. Bahan bakar uji yang digunakan ada dua jenis
yaitu minyak solar 48 sebagai bahan bakar referensi dan minyak nabati murni sebagai
bahan bakar uji. Masing-masing bahan bakar dilakukan uji jalan sejauh 15.000
km. Jenis kendaraan yang digunakan adalah kendaraan berpenumpang 7 seater
bermesin diesel 2500 cc dengan sistem injeksi langsung. Pemilihan jenis
kendaraan ini sebagai kendaraan uji dikarenakan perkembangan teknologi mesin
yang ada pada saat ini dan banyak jumlahnya digunakan masyarakat di Indonesia.
Maksud dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui efek dari penggunaan minyak nabati murni
sebagai bahan bakar terhadap deposit yang dihasilkan pada ruang bakar,
pengaruhnya terhadap komponen mesin, emisi gas buang, daya (power) mesin, konsumsi bahan bakar dan
daya tahan mesin.
Sistem
pengujian yang digunakan adalah dengan memodifikasi sistem saluran bahan bakar
menggunakan alat penukar panas (heat exchanger). Alat ini bertujuan untuk
menurunkan viskositas minyak nabati murni dengan memanfaatkan panas dari mesin
diesel melalui air pendingin mesin (radiator). Sehingga didapatkan temperatur
pemanasan minyak nabati murni yang berkisar antara 75-85 °C dengan viskositas
minyak nabati 15-20 cSt.
Dari hasil
pengujian minyak nabati murni sebagai bahan bakar mesin diesel dengan
membandingkan kinerjanya terhadap bahan bakar referensi yaitu minyak solar,
menunjukkan bahwa :
1. Uji kompresi mesin menunjukkan terjadi penurunan
kompresi pada silinder 1 dan 2, namun untuk silinder 3 dan 4 tidak terjadi
penurunan kompresi. Sedangkan pada penggunaan minyak solar tidak terjadi
penurunan kompresi mesin.
2. Rating komponen mesin, deposit yang dihasilkan lebih
banyak dari minyak solar, bersifat Stick dan tebal, menyebabkan
terjadinya ring sticking sehingga diduga terjadinya penurunan kompresi pada
silinder 1 dan 2 akibat hal ini. Sedangkan pada penggunaan minyak solar tidak terjadi ring
sticking.
3. Pengaruh terhadap nosel injektor menunjukkan
penggunaan minyak nabati murni menurunkan tekanan nosel injektor
rata-rata sebesar 4,25 % sedangkan penggunaan minyak solar menurunkan tekanan
nosel injektor rata-rata sebesar 3,48%
4. Daya (power)
mesin yang dihasilkan lebih rendah dari minyak solar.
5.
Konsumsi bahan bakar rata-rata dari penggunaan
minyak nabati murni lebih banyak dari konsumsi rata-rata penggunaan
minyak solar.
6. Emisi gas buang minyak nabati murni dengan parameter
gas CO2 turun 30-40%, NOx turun 2-5 % dan SO2 turun 40-50% dibandingkan dengan emisi minyak
solar.
7. Ketahan mesin, dari hail pengujian jalan raya yang dilakukan sejauh 15.000 km
menunjukkan, pada awal pengujian kondisi ketahanan mesin relative
baik dan tidak terjadi kejanggalan pada saat mengendarainya, namun pada
saat mendekati akhir pengujian, kondisi mesin sedikit janggal dengan
adanya getaran mesin yang cukup berasa pada saat dikendarai. Setelah
dilakukan pengecekan, ternyata terjadi penurunan tekanan kompresi
yang cukup signifikan pada silinder 2, sehingga proses pembakaran bahan bakar pada
mesin terganggu yang menyebabkan terjadinya gejala getaran pada mesin.
Dari hasil
pengujian secara keseluruhan menunjukkan bahwa, penggunaan minyak nabati murni
sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor diesel untuk jangka waktu
singkat dapat dilakukan, namun untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
penurunan daya tahan mesin dan kemungkinan untuk terjadi engine failure sangat besar akibat kerusakan komponen mesin.
Ayo coba terus. Tambahkan katalisator agar sifat BBM nabati menjadi lebih baik
BalasHapus