Senin, 11 Juli 2022

Grand Strategi Energi Nasional, Arah Baru Kebijakan Energi Pemerintah?

 sumber: https://kumparan.com/kevin-1630839687644106817/grand-strategi-energi-nasional-arah-baru-kebijakan-energi-pemerintah-1wTGO4oiSmT/4

5 September 2021 21:55


Mahasiswa Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia
Tulisan dari Mhd Kevin Hasnal Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Isu pemanasan global sudah menjadi perhatian utama penduduk dunia dalam beberapa dekade terakhir. Penggunaan energi fosil seperti minyak bumi dan batubara yang menghasilkan gas rumah kaca dalam jumlah besar ditengarai sebagai sumber terbesar pemanasan global yang mendorong terjadinya kenaikan temperatur di berbagai belahan dunia.
Gerakan penyelamatan pun dilakukan masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. Greenpeace yang merupakan organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam aktivis lingkungan dalam kanal web-nya melakukan gerakan kampanye agar pemerintah Indonesia dapat segera melakukan transisi menuju energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Kekhawatiran ini bermula pada masifnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang digerakkan oleh batubara yang dianggap sebagai katalis utama dalam perubahan iklim. Gerakan ini menuntut jajaran pemerintah Indonesia termasuk Presiden RI serta kementerian terkait dan DPR untuk dapat segera memberikan berbagai solusi konkret dan strategis untuk segera meninggalkan energi fosil.
Menjawab hal tersebut, Presiden RI sebagai pimpinan tertinggi negeri ini dan jajarannya telah melakukan beberapa gerakan menekan laju perubahan iklim. Bahkan sebelum Paris Agreement disuarakan para pemimpin dunia, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 ditetapkan sebagai payung hukum Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Melalui KEN, pemerintah berusaha menekan penggunaan bahan bakar fosil dan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), sumber energi yang dikenal menghasilkan emisi dalam jumlah sedikit. Selanjutnya, target lain ditetapkan, pengembangan EBT mencapai 23% dari bauran energi nasional pada tahun 2025 dan naik menjadi 31% pada tahun 2050. Pemerintah juga menyusun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebagai acuan dalam terwujudnya KEN.
Kendati demikian, studi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) baru-baru ini menyarankan jika perlu adanya peninjauan kembali terhadap RUEN yang telah ditetapkan. Hal ini karena RUEN yang ditetapkan pada 2017 sudah tidak sesuai dengan kondisi Indonesia terkini karena dalam penyusunan RUEN tersebut menggunakan data-data 2015 dan proyeksi di tahun 2016-2050. Proyeksi data yang tersusun saat dikonfirmasi dengan data-data beberapa tahun terakhir menunjukkan proyeksi yang berlebihan pada segi pertumbuhan ekonomi, industri dan demografi yang mengindikasikan jika proyeksi RUEN yang selama ini disusun sudah tidak efektif. Untuk dapat menyukseskan terkait Paris Aggreement 2015, tinjauan-tinjauan kembali serta berbagai saran dari berbagai akademisi perlu diperhatikan.
Angin segar perubahan muncul pada awal 2021. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional sebelumnya menyampaikan akan adanya perubahan arah kebijakan energi nasional, yang dipertegas dengan pernyataan Satya Widya Yudha sebagai anggota DEN menyampaikan jika saat ini pemerintah sedang menyusun kebijakan Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Dokumen ini nantinya akan berisikan berbagai strategi terkait dalam transisi energi Indonesia. Meskipun masih dalam tahap perencanaan, salah satu dari 14 program strategi yang akan dijalankan sangat mendukung Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan EBT dengan target realisasi sebesar 38 GW pada tahun 2035.
Besarnya potensi energi-energi baru terbarukan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum, apalagi dengan masifnya kampanye yang dilakukan oleh berbagai bagian pemerintah, seperti yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan total potensi 417,8 GW yang terbagi atas 6 jenis energi terbarukan seperti surya dengan potensi 207.8 GW, hidro dengan potensi 75 GW, bayu dengan potensi 60.6 GW, bioenergi dengan potensi 32.6 GW, panas bumi dengan potensi 23.9 GW, dan samudera dengan potensi 17.9 GW, Indonesia dapat optimis untuk dapat mengurangi penggunaan energi fosil. Akan tetapi, besarnya potensi EBT ini jika dikaitkan kembali dengan RUEN yang belum direvisi maka akan hanya menjadi harta karun yang dapat terbengkalai selamanya.
Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, energi surya yang merupakan EBT dengan potensi paling tinggi dapat menjadi perhatian khusus dalam upaya mencapai berbagai agenda pemerintah sebagai short plan untuk mempercepat target 25% EBT 2025. Salah satu peluang ini didorong dalam GSEN. Meskipun jalan ini dinilai cukup meyakinkan, jalan singkat ini masih terkendala dalam aktualisasinya.
Dalam PLTS Atap, masyarakat yang menggunakan solar panel pada rumahnya akan memiliki peran sebagai prosumer yaitu produsen dan konsumen. Dapat dikatakan sebagai konsumen apabila masyarakat langsung menikmati energi surya yang dihasilkan sedangkan dikatakan sebagai produsen apabila masyarakat menjual kelebihan listrik solar PV yang dihasilkan menuju Pembangkit Listrik Negara (PLN) dengan catatan sistem solar PV terpasang berjenis on grid.
Jika ditelisik lebih dalam, fenomena kampanye prosumer yang mempengaruhi pola tujuan masyarakat memasang solar PV dirumahnya yaitu untuk dapat menghasilkan uang tentunya akan menghasilkan bias proyeksi keberhasilan PLTS Atap. Dengan pola perilaku sebagai produsen, masyarakat sebagai penghasil listrik menginginkan harga jual yang lebih tinggi demi keuntungan, dengan harapan PLN akan membayar dengan nilai tinggi untuk listrik yang diterima mereka.
Saat ini, tarif jual pada PLN dengan perbandingan 1:0.65 dinilai merugikan berimbas pada waktu periode balik investasi masyarakat yang lama. PLN tidak dapat memasang tarif jual 1:1 beralasan nilai jual 65% karena 2/3 dari tarif listrik yang dijual PLN merupakan biaya dari distribusi dan pembangkitan yang disamakan dengan PLTS Atap terpasang sedangkan 1/3 lainnya merupakan biaya yang dikenakan atas penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di grid PLN yang tidak dapat disamakan dengan sistem PLT Atap.
Pemerintah perlu menimbang kembali kebijakan yang dikeluarkan agar terjadinya keseimbangan antara meningkatkan keinginan masyarakat untuk menggunakan PLTS Atap serta mempertimbangkan juga agar kebijakan tersebut tidak merugikan PLN sebagai pemain mayoritas dalam pengadaan listrik negara. Mungkin dapat dilakukan dengan menyediakan kompensasi atas potensi kerugian PLN akibat banyaknya masyarakat yang beralih ke PLTS atap melalui berbagai mekanisme yang dapat dilakukan, karena pada intinya tujuannya, kebijakan energi pemerintah ditetapkan demi memberikan akses energi yang terjangkau dan berkelanjutan untuk seluruh masyarakat Indonesia.


Pemerintah Kenalkan GSEN pada Presidensi G20 Indonesia

 sumber: https://ebtke.esdm.go.id/post/2022/02/07/3073/pemerintah.kenalkan.gsen.pada.presidensi.g20.indonesia?lang=en

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

NOMOR: 58.Pers/04/SJI/2022

Tanggal: 3 Februari 2022

Pemerintah Kenalkan GSEN pada Presidensi G20 Indonesia

Forum Presidensi G20 Indonesia akan dimanfaatkan Pemerintah untuk mengenalkan kepada dunia skenario Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Skenario tersebut dituangkan dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang mencakup rencana transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).

"GSEN ini adalah gambaran bahwa kita bergerak ke arah EBT, kita akan gunakan sebaik-baiknya. Di forum G20 kita akan mengenalkan kepada dunia bahwa kita punya skenario untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat," tutur Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi pada Exclusive Sharing: A Great Leap untuk Diplomasi Energi Indonesia yang diselenggarakan oleh Ecadin, Kamis (3/2).

Yudo memaparkan, GSEN menargetkan bauran energi dari EBT sebesar 100% pada tahun 2060, dengan kapasitas 587 Gigawatt (GW), mencakup PLTS 361 GW, PLTA 83 GW, PLTB 39 GW, PLTN 35 GW, PLTBio 37 GW, PLTP 18 GW, dan PLT arus laut 13,4 GW.

"Tambahan pembangkit setelah tahun 2030 hanya dari EBT. Mulai 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) berupa PLTS, pada tahun berikutnya menyusul PLTB dan PLT arus laut. PLTP juga akan dimaksimalkan hingga 75 persen dari potensinya," jelas Yudo.

Selain itu, Yudo mengatakan, tidak akan ada lagi tambahan PLTU, kecuali yang telah kontrak dan konstruksi. PLTU PLN akan retired lebih cepat dibandingkan revaluasi aset. PLTU IPP retired setelah berakhirnya PPA, dan PLTGU retired setelah usia 30 tahun.

PLTA juga akan dimaksimalkan dan listriknya dikirim ke pusat-pusat beban di pulau lain. Selain itu, PLTA juga akan memberikan keseimbangan bagi pembangkit VRE. PLTN juga akan masuk sekitar tahun 2049 untuk menjaga keandalan sistem.

"Selain itu, pumped storage akan dimulai pada 2025 dengan target 2060 sebesar 4,2 GW. Battery Energy Storage System (BESS) mulai masif di tahun 2031, dan kapasitasnya akan mencapai 140 GW pada 2060. Hidrogen juga akan dimanfaatkan bertahap mulai 2031 dan mulai masif pada 2051. di tahun 2060 ditargetkan hidrogen mencapai 52 GW," tutup Yudo. (DKD)

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama

Agung Pribadi (08112213555)

Kamis, 07 Juli 2022

Catat, Ini Regulasi Konversi Motor Bensin ke Listrik

 sumber : https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/01/111200115/catat-ini-regulasi-konversi-motor-bensin-ke-listrik

Penulis Donny Dwisatryo Priyantoro | Editor Aditya Maulana JAKARTA, KOMPAS.com - Konversi motor bensin ke motor listrik jadi salah satu cara untuk mempercepat program elektrifikasi kendaraan bermotor nasional. Untuk itu, pemerintah sudah membuat regulasi. Regulasi tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai. 
"Setiap motor dengan penggerak motor bakar yang telah dilakukan registrasi dan identifikasi dapat dilakukan konversi menjadi sepeda motor listrik berbasis baterai," kata Mohamad Risal Wasal, Direktur Prasarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan Darat dalam konferensi virtual, beberapa waktu lalu.

Risal menambahkan, konversi hanya boleh dilakukan oleh bengkel umum yang telah dapat persetujuan dari Menteri terkait melalui Direktur Jenderal sebagai bengkel konversi. "Jadi tidak semua bengkel bisa melakukan konversi, hanya yang mendapatkan persetujuan dari Dirjen Perhubungan Darat terhadap kelengkapan-kelengkapan persyaratan yang sudah kami tentukan," kata Risal.  Menurut Permenhub tersebut, konversi motor bensin ke motor listrik membutuhkan peralatan lengkap yang aman, karena berurusan langsung dengan aliran listrik tinggi. Untuk menekan risiko, dibuatlah peraturan atau persyaratan khusus oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Berdasarkan peraturan di atas, berikut ketentuan atau syarat bengkel umum menjadi bengkel konversi motor listrik: 1. Memiliki teknisi dengan kompetensi pada kendaraan bermotor, paling sedikit; a. 1 (satu) orang teknisi perawatan, dan b. 1 (satu) orang teknisi instalatur 2. Memiliki peralatan khusus untuk pemasangan peralatan instalasi sistem penggerak motor listrik untuk kendaraan bermotor 3. Memiliki peralatan tangan dan peralatan bertenaga 4. Memiliki peralatan uji perlindungan sentuh listrik 5. Memiliki peralatan uji hambatan isolasi 6. Memiliki mesin pabrikasi komponen pendukung instalasi 7. Memiliki fasilitas keamanan dan keselamatan kerja.

"Setelah itu, bengkel terkait akan memiliki tanggung jawab atas hasil sepeda motor yang dikonversi dan mereka juga harus mengurus surat-surat terhadap kendaraan konversi itu agar melakukan SUT ulang dan uji fisik," ujar Risal. Bagian-bagian yang akan diuji fisik, yakni rem, lampu utama, tingkat suara klakson, berat kendaraan, akurasi alat penunjuk kecepatan, kontruksi, dan keselamatan fungsional.

Bila sudah melewati langkah itu, pihak Dirjen Perhubungan akan mengeluarkan bukti lulus uji. Setelah itu, baru bengkel atau pemilik dapat mengurus dokumen legalitas kendaraan bermotor berupa STNK dan BPKB ke pihak kepolisian. "Bukti yang dikeluarkan tersebut merupakan bukti bahwa kendaraan terkait sudah berubah dari ICE ke bertenaga listrik," kata Risal.







Kementerian ESDM Targetkan Konversi 1.000 Motor Listrik di 2022

 sumber : https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-targetkan-konversi-1000-motor-listrik-di-2022

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melanjutkan konversi sepeda motor yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi motor listrik. Di tahun 2022, KESDM menargetkan dapat mengkonversi 1.000 motor listrik. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial mengatakan, program konversi ini sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik. 

Adapun pada tahun 2021, Kementerian ESDM sudah menyelesaikan 100 unit konversi motor roda dua BBM milik Kementerian ESDM menjadi motor listrik.

"Pada 2022 ini konversi motor ini akan ditingkatkan menjadi 1000 motor dengan bekerja sama PT Pertamina, PT PLN, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta," jelasnya dalam acara yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (17/3). 

Adapun menurut catatan sebelumnya, Kementerian ESDM telah menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan 13 juta unit kendaraan bermotor menjadi motor listrik hingga 2030 yang separuhnya berasal dari motor baru dan dari hasil konversi. 

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, Kementerian ESDM terus mendorong Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), sebagai bagian dari transisi energi untuk mewujudkan penggunaan energi yang lebih bersih, efisien,mengurangi impor BBM, menghemat devisa serta dapat menghemat subsidi BBM. 

Target kendaraan listrik dalam dokumen Grand Strategi Energi Nasional dan Rancangan Net Zero Emission adalah sekitar 2 juta kendaraan listrik roda empat dan 13 juta kendaraan listrik roda dua pada tahun 2030. Apabila target kendaraan listrik tersebut tercapai, menurut Arifin, akan memberikan potensi pengurangan konsumsi BBM sebesar 6 juta KL per tahun dan penurunan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 7,23 juta ton CO2e. 

"Dalam rangka semakin mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, pada tahun 2022 kami merencanakan program konversi akan ditingkatkan menjadi sebanyak 1.000 unit sepeda motor dengan sasaran sepeda motor operasional BUMN dan Pemerintah Daerah," ujarnya. 

Dengan target konversi sebanyak 1.000 unit sepeda motor diharapkan mendorong keterlibatan aktif para pelaku usaha komponen motor listrik konversi, controller, penyedia baterai untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan kandungan lokalnya sehingga harga keekonomian mesin konversi lebih terjangkau.