Kamis, 17 Oktober 2013

Menguak Rahasia Sumber Energi Masa Depan Bag. 2 (Dimethyl Ether)

Konversi bahan bakar minyak tanah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjadikan LPG sebagai bahan bakar utama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari telah mencapai tahap akhir. Namun sayangnya di tengah-tengah upaya pemerintah untuk mengurangi beban subidi anggaran untuk energi tersebut dinodai oleh kasus buruknya kualitas tabung LPG yang beredar di masyarakat sehingga mengakibatkan peristiwa meledaknya tabung LPG dan memakan korban jiwa di kalangan masyarakat. Penyelidikan tentang kasus buruknya kualitas tabung telah dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah PERTAMINA sebagai institusi yang diberikan amanah untuk menjalankan program konversi bahan bakar tersebut. Namun yang pasti hendaknya peristiwa meledaknya tabung LPG belakangan ini tidak menyurutkan langkah untuk mengkonversi bahan bakar dari minyak tanah ke LPG.
Pertanyaannya mengapa LPG? Dari segi kuantitas dan kualitas bahan bakar memang harus diakui sebenarnya penggunaan LPG bisa dikatakan lebih murah dibanding minyak tanah namun harus diakui selain faktor harga LPG merupakan bahan bakar yang ramah terhadap lingkungan juga karena emisi karbon yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan minyak tanah. Jika menilik ketersediaan cadangan gas yang ada di Indonesia berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah 112,47 trilliun standard cubic feet (TSFC) dan potensial 56,70 trilliun standard cubic feet (TSFC) sehingga total yang diperoleh adalah 170,07 trilliun standard cubic feet (TSFC). Bandingkan dengan cadangan minyak yang dimiliki Indonesia 3747,5 million metric standard barel (MMtSB) dan potensial 4471,72 million metric standard barel (MMtSB). Data diatas cukup menyebutkan bahwa cadangan gas di tanah air cukup melimpah walaupun masih ada kendala berupa kandungan gas alam di Indonesia masih banyak mengandung gas karbon dioksida hingga 70%. Proses pemisahan karbon dioksida dari gas alam saat ini bisa dikatakan cukup mahal, salah satu teknologi yang digunakan adalah cryogenic yaitu pemisahan gas berdasar titik didih dengan menggunakan tekanan tinggi. Namun peralatan dan proses yang dilakukan cukup rumit dan menggunakan teknologi terkini sehingga jika dijual ke masyarakat harganya tidak akan kompetitif. Selain itu harus disadari bahwa LPG juga merupakan hasil produk bumi, perlu dipahami LPG berbeda dengan LNG karena LPG merupakan gas yang terdapat di minyak bumi berupa campuran propana (C3-) dan butana (C4-) sedangkan LNG adalah gas methana (C1-). LPG adalah gas yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi sedangkan LNG adalah gas yang dihasilkan langsung dari perut bumi setelah mengalami proses pemisahan atau pemurnian dari gas pengotornya.
Perlu disadari juga bahwa ketersediaan LPG ini juga akan mengalami degradasi atau penurunan sumber cadangannya. Seperti yang diketahui LPG bukan sumber energi terbarukan seperti halnya biogas atau biofuel, LPG berasal dari minyak bumi sehingga suatu saat cadangannya juga akan menipis. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengganti LPG dengan gas lain seperti biogas namun dari segi kemudahan penggunaan LPG masih unggul dibandingkan biogas karena mudah disimpan dalam tabung sedangkan untuk menyimpan biogas yang berupa methana diperlukan tabung khusus yang memiliki spesifikasi untuk gas methana.
Dimethyl ether atau DME adalah salah satu alternatif sumber bahan bakar yang mulai dilirik sebagai pengganti LPG dimasa yang akan datang. Mengapa DME? Salah satu kelebihan DME adalah sifatnya yang tidak jauh berbeda dengan LPG. Beberapa perbandingan sifat bahan bakar dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel Perbandingan Sifat Bahan Bakar

Sifat fisis dan kimia
DME
Propane
Methane
Diesel fuel
Rumus Kimia
CH3OCH3
C3H8
CH4
Titik Didih (C)
-25.1
-42.0
-161.5
180 - 370
Massa jenis cairan (g/cm3 @20C)
0.67
0.49
0.42
0.84
Viskositas cair (kg/ms @25C)
0.12-0.15
0.2
-
2 - 4
Massa jenis uap (vs. udara)
1.59
1.52
0.55
-
Tekanan uap (MPa @25C)
0.61
0.93
-
-
Ambang batas pembakaran (%)
3.4 - 17
2.1 - 9.4
5 - 15
0.6 - 6.5
Nomer Cetana
55-60
5
0
40 - 55
Nilai bakar/panas (kcal/Nm3)
14,200
21,800
8,600
-
Nilai bakar/panas (kcal/kg)
6,900
11,100
12,000
10,000



DME awalnya banyak digunakan sebagai propellant atau gas pendorong pada penggunaan spray di berbagai jenis aplikasi seperti kosmetik,alat-alat pertanian, dan lain-lain. Saat ini terdapat 150000 ton/tahun produksi DME diseluruh dunia namun dengan penemuan bahwa DME dapat menggantikan LPG dimasa yang akan datang maka produksi DME akan meningkat. DME yang dihasilkan tidak mengandung belerang atau nitrogen selain itu tidak memiliki kandungan racun seperti halnya LPG dan tidak korosif bahkan penggunaan tabung karet sintesis seperti acrylonitrile butadiene dapat menyimpan DME. Nilai bakar DME memang lebih rendah daripada LPG hanya 6900 kcal/kg dibanding LPG sebesar 11100 kcal/kg. Namun DME dalam bentuk gas memiliki nilai bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan biogas (methana) yaitu 14200 kcal/Nm3. DME tidak berbau dan berwarna pada suhu dan tekanan ruang serta mudah terdekomposisi pada lapisan trophosfer beberapa jam setelah mencapai udara sehingga tidak mengakibatkan kebocoran pada lapisan ozon. Sifat dan karakter DME yang mirip dengan LPG tersebut yang menjadikan DME sebagai bahan bakar dimasa yang akan datang baik untuk aplikasi rumah tangga dan kendaraan.
DME dapat diproduksi melalui dua cara yaitu proses langsung dan proses tak langsung, proses langsung yaitu menggunakan methanol sebagai bahan baku untuk dilakukan proses dehidrasi yaitu membuat methanol melepaskan air sehingga terbentuk dimethyl ether dan air sebagai produknya. Sedangkan proses tak langsung yaitu memanfaatkan gas methane atau hidrogen sebagai bahan baku untuk direaksikan dengan karbon monoksida sehingga membentuk dimethyl ether sebagai produk utama. Bahan baku untuk pembuatan dimethyl ether seperti methanol atau gas methane dapat diperoleh dari sumber alam secara langsung berupa gas alam dan biomassa seperti limbah pertanian dan peternakan. Dari sumber yang akan selalu ada tersebut terutama biomassa seperti limbah pertanian dan peternakan kita tidak perlu khawatir akan kelangsungan produksi dimethyl ether.
Sebagai gambaran umum reaksi pembentukan dimethyl ether dari bahan baku methanol dapat dilihat sebagai berikut :
2CH3OH —-à CH3OCH3 + H2O
Reaksi berjalan secara eksothermis (melepaskan panas) dan menggunakan katalis alumina hingga menghasilkan 80% produk dimethyl ether namun jika methanol yang digunakan adalah methanol murni maka produk yang dihasilkan bisa mencapai 92% dimethyl ether.
Sedangkan untuk proses tak langsung reaksi yang berlangsung secara bertahap, yaitu antara lain :
  1. 3CO + 3H2 —à CH3OCH3 + CO2
  2. 2CO + 4H2 —à CH3OCH3 + H2O
  3. 2CO + 4H2 —à 2CH3OH
  4. 2CH3OH —à CH3OCH3 + H2O
  5. CO + H2O —à CO2 + H2
Reaksi tersebut merupakan reaksi tak langsung untuk menghasilkan dimethyl ether dan produknya lebih banyak dibandingkan dengan reaksi langsung. Sumber hidrogen bisa diperoleh dari proses gasifikasi dari bahan-bahan alam seperti sampah organik dan batu bara mentah/muda. Sampah organik disini adalah berupa bahan padat contohnya sekam padi, tongkol jagung, kulit kedelai, atau limbah pertanian yang bersifat padat. Sumber yang berasal dari limbah padat ini diyakini tidak akan mengganggu kelangsungan pangan bagi masyarakat karena untuk memperoleh gas hidrogen bukan berasal dari bahan pangan seperti yang biasa dilakukan pada biofuel pada umumnya.
sumber : http://green.kompasiana.com/iklim/2010/08/22/menguak-rahasia-sumber-energi-masa-depan-bag-2-dimethyl-ether-235161.html

1 komentar: